Emin Hitay pantas mendapatkan penghargaan. Ia tiada hentinya menciptakan inovasi dan membangun bisnis baru. Apakah semua bisnisnya sukses? Tentu saja tidak, tapi inilah yang kita sebut sebagai kewirausahaan…
EYÜP KARAGÜLLÜ
Jika hal yang dibagikan dalam instagram menjadi cerminan tentang kehidupan seseorang, maka kita dapat menyebutkan ada tiga hal yang paling disukai Emin Hitay, Ketua Dewan Direksi Hitay Holdings: Melalukan perjalanan, Indonesia dan seni… Dalam foto-fotonya, Anda dapat melihatnya bersafari di Kenya atau saat mengunjungi Tatarstan atau Venesia, dan saat ia tampak menaiki layanan taksi motor yang disebut “Gojek” di Jakarta, berolah raga arung jeram di Bali atau memotong kue untuk merayakan ulang tahun kelima Hitay Energy Holdings. Ia juga terkadang tampak bersama para siswa yang dikirimnya ke Art Basel untuk ikut perayaan 50 tahun kehidupan seni Devrim Erbil… Dan tentunya juga beberapa foto terdiri dari koleksinya yang tidak terbuka untuk publik.
Di ruang pertemuan di kantor pusat Hitay Holdings di Istanbul, 4th Levent; ia bercerita tentang cintanya ke Indonesia sampai-sampai memiliki tato ‘Garuda’, lambang negara tersebut, di punggungnya, dengan bahasa Turkinya yang elok. Emin Hitay memiliki tato sebuah burung yang mirip dengan elang, dengan lima simbol yang dibuatnya di Brazil. Kisah cinta yang membara ini dimulai ketika ia ikut perjalanan bisnis bersama rombongan Dewan Pengusaha DEIK ke Indonesia di tahun 2006. “Setelah dari sana, saya bisa ke China juga,” kenangnya saat itu. Kisah perjalanan ini berubah arah ketika ia ditawarkan menjadi Konsul Kehormatan Indonesia oleh seorang birokrat dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, Bapak Ramli Saud, dalam kesempatan bincang-bincangnya di saat jeda pertemuan makan malam yang diselenggarakan oleh Indonesia untuk rombongan tersebut.
Emin Hitay telah menjabat sebagai Konsul Kehormatan Indonesia sejak 2008 (dengan akreditasi untuk Istanbul sampai dengan 2013, lalu dialihkan untuk Antalya). Ia terjun ke dunia bisnis di negara ini sejak 2011 melalui jaringan yang ia peroleh dari kapasitasnya selaku konsul ini. Sektor utama yang digeluti Hitay Energy Holdings adalah energi geothermal. Perusahaan ini belum memiliki produksi berjalan di negara ini, tapi sudah memiliki portofolio dengan jumlah yang tidak main-main. Hitay tidak memberikan informasi yang terlalu detail tentang hal ini, tapi dari situs onlinenya kami mendapat informasi bahwa ia memiliki sembilan lapangan survei di negara ini. Selain itu, situsnya juga menampilkan sejumlah informasi tentang survei-survei yang dilakukannya di berbagai rentang waktu. “Ini adalah bisnis jutaan dolar. Saat ini kami baru berada di tahapan pengembangan bisnis, tapi kami akan tumbuh menjadi aktor besar,” jelasnya.
Indonesia adalah negara kaya dengan energi panas bumi. Merujuk data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia dalam laporan bersama kepada Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia dan ditetapkan bahwa sumber energi panas bumi di Indonesia berada di antara 27 sampai 29,1 ribu MW dan merupakan 40 persen dari seluruh sumber energi panas bumi di dunia. Sebaliknya, hanya 4-5 persen dari kebutuhan listrik di negara ini yang dipenuhi oleh energi panas bumi (-1.197 MW). Indonesia adalah negara ketiga setelah Amerika dan Filipina yang berada dalam kondisi ini, namun Indonesia tengah berada di jalur yang sulit, dan bahkan pertumbuhan panas buminya mundur khususnya dalam lima tahun terakhir, di saat lima negara teratas terus meningkatkan kapasitas listrik mereka; pada tahun 2012 kapasitasnya tercatat 1,335 MW. Meskipun begitu, Pemerintah Indonesia berencana untuk meningkatkan kapasitas hingga 6 ribu MW di tahun 2020 menggunakan sejumlah strategi. Untuk tujuan ini, pemerintah menggalakkan program panas bumi. Namun, masalah paling serius adalah pembiayaan. Bank Dunia menghitung bahwa modal sebesar 4 miliar dolar dan pembiayaan utang sebesar 9,5 miliar dolar dibutuhkan untuk menambah 3 ribu MW. Disamping itu, bank bersikukuh bahwa harga 9,7 sen yang diberikan oleh negara per KW/jam nya harus direvisi.
Emin Hitay menunggu terbitnya peraturan pemerintah untuk memulai investasi, sebagai kelanjutan dari berbagai survei pendahuluannya. Dikarenakan memproduksi energi panas bumi, terutama melakukan pengeboran sumur, adalah bisnis yang mahal. “Lagipula, bisnis ini juga berisiko,” kata Hitay. “Anda mungkin mengebor sumur, tapi tidak berarti uap akan keluar. Itu bermakna Anda akan mengalami rugi minimal 5-6 juta dolar. Anda harus mengebor sekitar 30 sumur untuk investasi yang pantas, dan proses ini akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi.” Ia memperkirakan bahwa peraturan pemerintah yang baru akan keluar tidak lama lagi, dan bisnis akan melambung. “Pemerintah akan menetapkan harga pada bulan Agustus. Jika kita tidak tahu harga jualnya, kita tentu tidak bisa menanam modal dan tidak bisa mencari pinjaman. Tapi jika ada mekanisme harga tetap, maka kita bisa tahu seberapa yang dibutuhkan untuk investasi dan berapa yang kita akan dapatkan darinya. Ketika mekanisme harga tetap ini sudah diterbitkan, pasti semua investor akan berhamburan ke Indonesia, dan kami pada saat itu sudah siap dengan lapangan-lapangan kami.”
Hitay yang berusia 58 tahun, menetapkan tahun 2020 sebagai tahun paling cepat operasinya di Indonesia membuahkan keuntungan. Namun, bisnis yang dipercayainya “bernilai miliaran dolar” bisa jadi dimulai dengan harapan-harapan besar dalam sepuluh tahun terakhir, dan akan berakhir dalam keranjang portofolio-portofolio bisnisnya yang gagal, karena mempertimbangkan resiko-resiko yang dikandungnya. Terutama seperti usaha terakhirnya, Mili Piyango, dalam bentuk kemitraan dengan Net Holdings dan American Scientific Games sebagai mitra kecil dengan saham 10 persen; Arena Factoring yang didirikannya pada tahun 2009 dengan modal 10 juta dolar, sebelumnya pada Embrio, pusat inkubasi yang didirikan untuk operasi Sotheby di Turki dan perusahaan internet…
Tidak diragukan lagi, Emin Hitay, yang mendirikan lebih dari 30 perusahaan termasuk bisnis besar seperti Teknoloji Holdings, Inteltek, dan Bilyoner, adalah salah satu pengusaha paling berpengaruh di Turki di era-80-an. Hitay yang lulus dari Sekolah Menengah Atas Khusus Lelaki Kabataş dan Departemen Pemasaran, Fakultas Bisnis Administrasi, Universitas Ege, mulai bekerja di usia dini setelah meninggalnya sang ayah di usianya yang ke-18. Beliau mendirikan perusahaan pertamanya di usia 22 tahun. Setelah periode pasang surut selama 8 tahun di industri tekstil, bisnis keluarga, ‘kisah luar biasa’ Exim yang didirikannya di tahun 1988 bersama Alphan Manas, temannya pada kesempatan yang mereka dapat di bidang teknologi OV/VT dengan gebrakan yang cukup visioner yang kemudian berkembang menjadi Teknoloji Holdings… Sedikit sekali perusahaan yang seinovatif Teknoloji Holdings dan berhasil tumbuh sebesar perusahaan ini dalam 20 tahun terakhir sejarah dunia bisnis Turki. Mereka menjadi arsitek hampir di semua sektor yang mereka masuki; mereka mendefinisikan peraturan-peraturan relevan sektor tersebut dan mendominasinya. Namun, kemitraan legendaris ini harus berakhir di tahun 2006 (tapi perseteruan hebat yang dipublikasikan lewat blog pribadi 6 tahun setelahnya mengungkap fakta bahwa kemitraan tersebut tidak selegendaris itu). Empat dari 11 perusahaan di dalamnya – Teknoser, Exim, Planet and Imex – tetap berada di bawah Emin Hitay (begitu juga dengan 20 persen saham di Bilyoner). Sebelum periode perpecahan, 20 persen saham di Inteltel yang menyediakan infrastruktur İddaa, dijual ke Intralot, mitra lainnya sebesar 80 juta dolar. Dan setelah kemitraannya pecah, Hitay menjual Planet A.Ş. ke French Ingenico sebesar 26 juta Euro.
Hitay meluncurkan Embrio, pusat inkubasi yang bertujuan untuk membangun perusahaan internet melalui aksi inovatif. Di bawah payung Embrio adalah Tio, panduan berbelanja dan pembandingan harga; Kolaytedarik, yang memungkinkan pembelian dan transaksi antar perusahaan di media virtual; Belgetürk, untuk manajemen dokumen tanpa kertas; Dataprofil, platform pemasaran berbasis situs (namanya saat ini adalah Napolyon) dan Süperteklif, yang menyatukan para pengiklan dengan konsumen. DORinsight, perusahaan riset online mengambil bagian pada daftar ini di tahun 2010. “Embrio adalah ide yang bagus, tapi saya membuat kesalahan,” ujar Hitay dengan tulus. “Andai kami meneruskannya seperti yang saya inginkan, mungkin kami dapat lebih sukses. Tindakan pertama kami adalah berinvestasi dalam perusahaan internet yang telah sampai pada titik tertentu. Kami telah menjual Planet dan kami memiliki 40 juta dolar. Tapi bisnis berubah menjadi menjalankan proyek-proyek kami sendiri. Tidak ada gunanya berkata “andai saja”. Proyek-proyek internet tidak dapat dijalankan dalam struktur perusahaan.” Hitay bilang mereka mengalami kerugian sebesar 5 juta dolar dalam operasi Embrio. Namun ia sangat percaya pada DORinsight. DORinsight yang menyediakan layanan via basis data 1,2 juta orang lewat Napolyon yang saat ini merupakan satu-satunya perusahaan riset online di pasar. Hitay berpendapat bahwa bisnis riset akan dilakukan secara online di masa depan dan wawancara tatap muka akan menurun.
Arena Factoring yang didirikannya di tahun 2009 gagal untuk memenuhi ekspektasi dan dia melepas bisnis tersebut di tahun 2015. Ia adalah korban dari timing dan membuat investasi dalam periode dimana keuntungan menurun setelah krisis tahun 2008 dan tingkat kebangkrutan meningkat. “Tidak seperti saya, mereka yang berbisnis di lingkup ini adalah orang-orang yang secara langsung mengelola bisnis mereka dan mengeluarkan keputusan di depan monitor. Saya tidak pernah ikut campur karena ada general manager, perusahaan dikelola secara profesional namun masih bisa terjadi kesalahan, pun demikian halnya dengan keputusan yang keliru,” beliau menambahkan. “Sebagaimana adalah hal yang dianjurkan untuk membangun perusahaan baru, menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan nilai kewirausahaan, maka merupakan hal yang dianjurkan juga mengetahui kapan untuk keluar. Saya memberikan kesempatan 6 tahun; bahkan ini terlalu lama. Andai saya menginvestasikan uang saya di real estate, keuntungan saya akan meningkat lima kali lipat.” Ia tidak menanamkan uangnya di real estate namun membawa International Reality, divisi real estate dari Sotheby, untuk beroperasi di Turki pada tahun 2010. Target dari perusahaan yang menawarkan perumahan mewah untuk dijual mencapai volume tahunan sebesar 1 miliar dolar. Perusahaan yang terkenal dengan Zeki Pasha Waterside Residence yang ditawarkan sebesar 115 juta dolar tidak juga bertahan.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, mitranya mengalami kesulitan dalam membiayai tender Mili Piyango. Emin Hitay sebagai pemilik saham 10 persen dalam konsorsium menyatakan bahwa pembiayaan dari pihaknya telah siap dan ia ingin ikut serta dalam tender yang diharapkan akan dilakukan ulang pada bulan Agustus.
Lain halnya dengan bisnis-bisnis baru yang gagal memenuhi harapan, unit-unit yang telah lama ada seperti Teknoser, Exim dan Bilyoner dari Hitay Holdings (kata ‘investasi’ tidak lagi digunakan dalam nama dagang) justru tumbuh sangat pesat. Salah satu tindakan krusial yang diambil adalah meningkatkan sahamnya yang 20 persen di Bilyoner, perusahaan online yang didirikan di tahun 2003 dengan kemitraan bersama Çukurova Holdings dan Intralot hingga 50 persen seharga 30 juta dolar di tahun 2013. Tindakan ini perlu dilakukan, karena saham Çukurova Holding di Bilyoner ditawarkan untuk dijual ketika TMSF mengakuisisi banyak perusahaan dari Çukurova Holding. “Kami tidak menginginkan 55 persen saham dibeli oleh pihak luar. Akibatnya, mitra Yunani saya membeli 25 persen dan saya membeli sisanya,” ujarnya.
Bilyoner adalah peraup keuntungan terbesar di perusahaan. Setelah meningkatkan sahamnya, omset Hitay Holdings melambung dari 533 juta lira menjadi 1 miliar lira di tahun 2015. Memang nilai yang diharapkan adalah sebesar 1,1 miliar lira namun pelepasan Arena Factoring lah yang menyebabkan perubahan ini. Omset Holdings dengan mudah akan menjadi 950 juta lira dengan saham dari Bilyoner yang diantisipasi untuk menghasilkan omset sebanyak 1,5 milyar lira pada tahun 2016, bersama dengan Teknoser yang akan menghasilkan kurang lebih omset 200 juta lira.
“Tambahkan bisnis lain kesini,” kata Hitay. “Dan kami akan melebihi 1 miliar lira.”
Tidak diragukan lagi, Emin Hitay tidak lagi seambisius ketika dirinya masih seorang pengusaha yang menginvestasikan setiap koin yang ia dapatkan dari perusahaannya di Levent, Jalan Manolyalı nomor 20. Ia bahkan menganggap perusahaan-perusahaannya sebagai hobi dan mencoba menikmati mereka, bahkan ketika mereka tidak menyenangkan… “Saya mendirikan lebih dari 30 perusahaan. Kami membangun, kami menciptakan, beberapa berhasil, lainnya gagal, ini adalah bisnis… Mengapa Anda memasukinya, mengapa Anda keluar, ini adalah bisnis kami, dan kami hanyalah pengusaha,” ucapnya. Meski mengaku tidak ikut campur akan operasi sehari-hari perusahaannya, ia tidak berhenti bekerja keras. Ia berkata bahwa dirinya bekerja sepanjang waktu ketika terjaga dan tidak memiliki konsep bekerja dengan waktu dalam kamusnya. “Tapi ini meningkatkan stress. Anda pergi liburan, saat pagi Anda mengecek e-mail, menelepon. Saya harap saya bisa mematikan ponsel saya selama seminggu. Suatu hari saya akan melakukannya,” akunya. Dan ini hanya mungkin dilakukan apabila usahanya tidak berjalan lancar di Indonesia; jika tidak, ia mungkin tidak akan dapat menikmati liburan seperti yang diimpikannya dalam minimal 10 tahun ke depan.
GAIRAH TERHADAP SENI
Tidak berlebihan jika dikatakan kantor pusat Hitay Holdings adalah sebuah galeri seni. Bangunan tersebut dipenuhi lukisan, foto, dan patung-patung yang dimiliki Emin Hitay sejak 1986. Ruangan tempatnya bekerja pun sama. Hampir seluruh objek adalah karya desain; terdapat patung atau lukisan hampir di setiap dinding dan sudut ruangan. Ia menolak memberitahu berapa jumlah koleksinya yang katanya telah diasuransikan, karya seniman mana yang ia beli maupun nilai koleksinya. “Saya tidak bermaksud berinvestasi,” ucapnya. “Bahkan tidak penting bagi saya apabila nilainya nol. Beberapa dari mereka menjadi bernilai dan beberapa bahkan lebih berharga daripada nilai moneternya…” Hitay yang mencintai karya-karya seni kontemporer mengaku bahwa sekarang dirinya membeli karya para artis yang telah terkenal di dunia seni dan ia tidak begitu tertarik akan karya-karya lama. Ia tidak lagi berharap untuk membeli karya seni dari pelelangan karena merebaknya skandal imitasi. Ia juga tidak mau membeli karya seni dari workshop. Ia memilih untuk membeli dari galeri ataupun eksibisi… Ia tidak bermimpi untuk mendirikan sebuah museum; akunya, “Saya hanya menikmati.”
SISTEM YANG TERINTEGRASI
Teknoser dari Hitay Holdings didirikan pada tahun 1998 untuk layanan teknis Exim, perusahaan pertama mereka. Dalam kata-kata Emin Hitay, Teknoser tadinya merupakan bengkel perbaikan televisi kecil ketika mereka didirikan dan perusahaan yang awalnya melakukan perbaikan hand terminals kini memiliki 800 pegawai dan membuka cabang di 65 kota. Perusahaan beromset 200 juta lira ini menyediakan lapangan dan layanan teknis di seluruh Turki menggunakan 450 kendaraan. Omsetnya mungkin tidak terlihat tinggi, tetapi 40 persen dari keuntungannya diperoleh dari bisnis jasa dan perusahaan ini tidak menjual dalam bentuk wujud. Pasar dengan sistem yang terintegrasi yang meliputi pasar Teknoser pun belum diperkuat sejak era-90 dan banyak perusahaan yang bangkrut. Sistem integrator yang dianggap akan menjadi perusahaan internasional di masa depan diperkirakan akan menghasilkan volume 3 miliar lira (menurut data tahun 2014). Emin Hitay memandang alasan ini sebagai fakta bahwa penyedia hardware internasional skala besar berhenti mempercayai sistem integrator pada waktu itu dan mendatangi konsumennya secara langsung sebagai konsekuensi dari kegagalan perusahaan lokal dalam menjalankan bisnis mereka dengan baik. Ia bilang, “ Mereka mulai menemukan konsumennya sendiri dan melemparkan pekerjaan ke sistem integrator. Dalam kondisi seperti itu, Anda tidak dapat tumbuh, Anda hanya akan bertahan hidup.” Ia menambahkan,” Perusahaan di jajaran 10 teratas berada dalam kondisi yang baik. Teknoser akan terus berjalan dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 30-35 persen. Lagipula, kami membuat profit.”